Foto bersama seluruh mahasiswa Agroteknologi, UNS dan pembicara dari Yasnaya Polyana Indonesia
Selasa (29/10) rombongan mahasiswa beranjak naik ke bus dan memulai perjalanan ke Purwokerto pada pukul 00.30 dini hari. Menempuh perjalanan selama 7,5 jam, rombongan sampai di Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik Yasnaya Polyana pada pukul 08.00 WIB. Sesampainya disana mereka langsung disuguhkan dengan suasana alam yang sejuk di lingkungan pertanian organik. Perjalanan yang panjang mengharuskan mereka untuk membersihkan diri menggunakan air yang bersumber langsung dari gunung dan merasakan kesegarannya. Sembari menunggu kegiatan dimulai, mereka mencicipi welcome drink yang telah disediakan berupa kopi dan teh asli racikan sendiri milik Pondok Tani Organik.
Kegiatan yang diinisiasi oleh dosen koordinator dan tim coass praktikum Mata Kuliah Kewirausahaan bertujuan untuk melengkapi kompetensi belajar mahasiswa dan melihat lebih dalam dunia kewirausahaan terkhusus pada pertanian organik. Bertempat di Bangsal Sarojini milik Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik Yasnaya Polyana yang berlokasi di Desa Windujaya, Purwokerto, tepat pada pukul 09.30 WIB kegiatan pun dimulai dan diawali dengan pembukaan oleh MC yang dilanjut dengan seminar diskusi dengan pembicara yakni Ashoka Siahaan, founder Padepokan Filosofi Yasnaya Polyana, Warseno selaku Ketua Lembaga Advokasi Kearifan Lokal dan pegiat tani di Pondok Tani Organik, serta Karishma Pribadhy, murid Padepokan Filosofi dan pegiat wirausaha di Purwokerto.
Foto Kiri:Ashoka Siahaan, founder Padepokan Filosofi Yasnaya Polyana Indonesia memberikan materi seminar mengenai filosofi tani
Seminar berfokus tentang pemahaman filosofi mengenai dunia pertanian. Ashoka Siahaan menekankan bahwa pertanian harus dipandang secara universal bukan fragmentaris. Memandang pertanian harus didasarkan pada pandangan filosofi yang komprehensif, totalitas, sistematik, dan rasional. Kita tidak bisa lagi melihat pertanian sebagai hal yang fragmentaris dan terpisah dari hal lainnya. Pertanian harus dipandang secara equilibrium dan kesatuan pemahaman untuk mengatur, mengelola, serta memajukan pertanian dan manusia tani di Indonesia. Cara pandang yang fragmentaris hanya akan menuju pada kekayaan dan kepemilikan, dimana yang seharusnya adil dan makmur tetapi ujungnya menjadi semu adil dan kaya apalagi kaya dan adil. Beliau juga menjelaskan lebih lanjut mengenai pembangunan manusia dan manusia pembangunan yang sering disebut sebagai pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan manusia haruslah menyertakan manusia itu sendiri sebagai subjek bukan objek. Berbicara tentang pertanian maka yang disebut sebagai manusia pembangunan ialah petani, penyuluh, produsen bahan/alat pertanian, mahasiswa, akademisi, juga pemerintah.
Foto Kanan:Warseno, Ketua Lembaga Advokasi Kearifan Lokal (LAKL)
Warseno menyoroti persoalan pertanian dimana terjadi ketidakseimbangan pada diri pelaku pertanian terlebih generasi sekarang. Banyak anak-anak muda sekarang yang tidak mau untuk menjadi petani bahkan lebih parahnya mahasiswa pertanian sudah tidak sudi untuk terjun langsung ke bidang yang linear dengan apa yang mereka ambil di bangku perkuliahan. Warseno menegaskan kondisi tersebut disebabkan karena kurangnya memandang pertanian secara komprehensif dan desakan perilaku konsumtif generasi bangsa kita. Menyikapi hal tersebut, Warseno mengajak mahasiswa untuk memiliki budaya yang selalu menjadi pembelajar melalui kearifan ngenger yang sudah banyak ditinggalkan eksistensinya. Ngenger bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan kebutuhan pangan. Mahasiswa pertanian perlu untuk meningkatkan kapasitas berpikir, berorganisasi, dan bekerja secara lebih terstruktur untuk menggerakkan kemajuan pembangunan manusia tani Indonesia. Jangan sampai mahasiwa dan generasi mendatang menjadi seorang penindas kaum tani. Tengkulak menjadi gambaran sebagai penindas kaum tani. Mereka menindas dengan menekan harga beli dan melonjakkan harga jual sehingga para petani tercekik. Padahal petani telah mengorbankan keringat dan darah hingga tetes terakhir demi menghasilkan sebuah produk tani. Hal tersebut tidaklah sesuai dengan konsep pembangunan manusia dan manusia pembangunan
Foto Kiri:Karishma Pribadhy, murid Padepokan Filosofi dan pegiat kewirausahaan di Purwokerto
Karishma Pribadhy mengatakan bahwa generasi sekarang memang kurang minat di bidang pertanian, namun ia melihat hal tersebut bukan sebagai beban melainkan tantangan. Karishma atau yang sering akrab disapa Aris bertekad menjadikan dunia pertanian lebih menarik bagi anak-anak muda sekarang. Pertanian harus dilihat secara komprehensif. Banyak sekali peluang-peluang mulai dari peluang pasar, inovasi, serta peluang mengembangkan kemampuan diri yang dapat kita ambil. Pertanian tidak boleh dipandang lagi sebagai pekerjaan yang kotor, kuno, hingga pekerjaan orang-orang kecil saja melainkan pertanian sudah harus naik dengan dorongan generasi sekarang hingga mendatang.
Setelah beberapa saat ketiga pembicara menyampaikan materi seminar akhirnya ruang diskusi pun dibuka. Mustopha mahasiswa internasional yang berasal dari Nigeria bertanya mengapa Yasnaya Polyana menerapkan pola Biosentrism. Pertanyaan itupun langsung dijawab oleh Bapak Ashoka, beliau mengatakan bahwa Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik Yasnaya Polyana menerapkan integrated farming. Integrated farming yang kita terapkan disini merupakan cerminan dari Bhinneka Tunggal Ika, konsep ini lebih memihak dan membela kerakyatan ketimbang model pertanian perkebunan yang condong membela penguasa atau pemilik modal.
Foto urut dari kiri ke kanan: Mustopha, Rico Bagus bertanya tentang materi diskusi
Mahasiswa yang bertanya selanjutnya adalah Rico Bagus, ia bertanya mengenai kondisi harga produk tani yang fluktuatif dan kesadaran petani. Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik Yasnaya Polyana sangat meyakini filosofi dari pembangunan manusia dan manusia pembangunan, yaitu organisasi bagi petani penting untuk dibentuk. Organisasi tersebut akan menjadi alat bagi petani untuk bergerak dan menekan kebijakan yang tidak berpihak bagi petani. Mahasiswa lainnya yaitu Laila Nafisah menambahkan bahwa kebijakan harga yang fluktuatif sangat merugikan petani. Aris menjawab bahwa kita sebagai anak-anak muda harus berani memihak petani yang tertindas dengan cara memberikan edukasi guna meningkatkan pengetahuan petani supaya mereka lebih mengerti nilai lebih dari produk mereka.
Sebagai penutup sesi diskusi padepokan filosofi memberikan buku yang berjudul “Ngenger Tani” kepada mahasiswa yang sudah aktif bertanya dan berdiskusi serta berfoto bersama dengan seluruh peserta.
Foto Kiri: Mahasiswa mendapatkan buku sebagai apresiasi karena telah aktif bertanya dan berdiskusi
Kegiatan dijeda dengan istirahat sholat dan makan siang. Pukul 13.00 WIB kegiatan dilanjutkan dengan berjalan mengitari lahan pertanian milik Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik Yasnaya Polyana. Warseno memimpin rombongan berjalan sambil menjelaskan berbagai keanekaragaman komoditas yang ada serta metode pembudidayaannya. Ratusan mata tertuju ke berbagai arah untuk melihat menikmati hijau dan suburnya tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah diolah secara organik dari lebih 30 tahun. Dimulai dari komoditas pisang dengan berbagai varietas hingga komoditas kopi asli peninggalan masa kolonialisme di ujung lahan. Selesai dari Padepokan Filosofi dan Pondok Tani Organik Yasnaya Polyana, rombongan melanjutkan perjalan wisata ke Lokawisata Baturraden. Walau tidak memiliki waktu yang lama disana namun mereka dapat menikmati sejuk dan indahnya wisata yang terletak di lereng Gunung Slamet tersebut.
Foto Mahasiswa berjalan mengelilingi lahan, melihat langsung aneka ragam komoditas organik